Redaktur : Tasha Meyra Gusmawati
Ilustrasi mahasiswa bersama kaum buruh sedang
berdemonstrasi (sumber: Google)
|
POSISINEWS
– Tepat pada 1 Mei
2019,
dunia
memeringati hari bersejarah bagi kaum buruh. Hari di mana kaum buruh memerlihatkan
kekuatan serta perlawanan yang luar biasa terhadap penindasan yang dialami. May Day,
merupakan hari di mana
kaum buruh akan turun kejalan dengan berdemonstrasi meminta kesejahteraan hidupnya lebih diperhatikan,
baik dari atasannya maupun dari pemerintah.
Lalu di manakah peran kaum muda, terutama mahasiswa? Apa yang
harus dilakukan oleh mahasiswa dalam ikut membantu para kaum buruh? Dan kenapa
mahasiswa perlu turut serta merespon hari buruh sedunia? Mahasiswa mempunyai
tanggung jawab penting dalam hal ini. Sebab, dalam kesehariannya, mahasiswa
memiliki banyak waktu untuk belajar dan melihat situasi perkembangan
masyarakat. Di lain hal, kaum buruh atau sektor rakyat lainnya (petani,
nelayan, dan lain-lain) tidak memiliki banyak
waktu untuk belajar dan memanfaatkan intelektualitasnya. Sebab, kesehariannya
disibukkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya juga keluarganya.
Aditya Hammam Ramdhani (21), seorang mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
(Untirta) mengungkapkan bahwa ia akan mengikuti demonstrasi untuk kedua kalinya
dalam memeringati Hari Buruh.
“Pertama kali ikut saat may day
2018, ikut berdemonstrasi lagi tahun ini karena sebagai mahasiswa merupakan
pembantu setia bagi rakyat terutama kelas buruh sebagai penyambung lidah mereka
yang bisa terwakilkan oleh mahasiswa juga” ungkapnya saat ditemui di Kampus A
Untirta,
Selasa (30/4)
Aditya juga menambahkan sebenarnya
ikut berdemonstrasi bersama kaum buruh tidak bisa langsung menyelesaikan
masalah.
Tetapi, secara tidak langsung
sebagai upaya teguran kepada pemerintah untuk mendengarkan apa yang menjadi
problematika kelas buruh dan seluruh rakyat tertindas itu sendiri.
Di sisi
lain, ada juga mahasiswa yang acuh tak acuh dalam menyambut Hari Buruh ini. Ia
adalah Ezi Fahruroji (20) mahasiswa Untirta
yang tidak ikut berdemonstrasi pada Hari Buruh.
“Yaa bagus, mereka (mahasiswa) yang
ikut berdemonstrasi turut memperjuangkan aspirasi buruh. Ya saya ingin sebenarnya
berdemonstrasi, jika demonstrasinya murni untuk memperjuangkan hak kaum buruh,” tegasnya.
Ezi menambahkan, walaupun tidak ikut
berdemonstrasi,
ia bukan tipe mahasiswa yang
apatis. Ia juga masih
menyimak dinamika politik yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia.
Sebuah
universitas atau sekolah tinggi tak lebih hanya menjadi mesin pencetak tenaga
kerja. Di satu sisi,
jumlah mahasiswa yang lulus dari universitas, tidak sebanding dengan kebutuhan
tenaga kerja. Ini akan mengakibatkan semakin banyaknya pengangguran. Puluhan
ribu mahasiswa yang telah menyelesaikan masa studinya tersebut, akan bersaing
di pasar tenaga kerja untuk mendapatkan pekerjaan.
Kemudian, pengusaha akan semakin
angkuh kepada kaum buruh. Dengan gampang, buruh yang melawan dan tidak tunduk
terhadap atasannya,
akan dipecat dari tempat kerjanya. Buruh akan semakin takut dalam
memperjuangkan hak-haknya karena takut kehilangan pekerjaan. Oleh karena itu, mahasiswa ikut serta
ke jalan dan ikut berdemonstrasi membantu para kaum buruh. Mereka memikirkan
dirinya ke depan. Apakah akan mengalami
hal yang sama dengan para kaum buruh sekarang.
“Sebagai bentuk dari ekspresi saya
sebagai warga negara dan mahasiswa yang akan menjadi pekerja di negeri ini, untuk
protes terhadap kebijakan negara yang belum akomodatif terhadap buruh,
tuntutannya saya bersama buruh ke pemerintah pusat dan daerah berupa perbaikan
upah, peraturan tenaga kerja asing harus diperketat, dan kebijakan-kebijakan
pemerintah harus pro terhadap buruh,” ungkap Faiz Romzi (20), tergabung dalam
aliansi mahasiswa yang ikut berdemonstrasi ke Jakarta.
Faiz berahap, lewat serikat-serikat buruh yang ada, dapat memersatukan
buruh di Indonesia,
menuntut haknya yang tergadaikan. Selain itu, pemerintah bisa lebih mendengarkan
dan membuat kebijakan yang pro terhadap buruh. Semoga buruh tidak dijadikan
sebagai komoditas politik sesaat, sebagai lumbung suara untuk meraih simpati
dan empati, dan pada akhirnya tetap sama tuntutan buruh digadaikan. (IMM/TMG/POSISINEWS)
0 Comments