(Tulisan ini terlambat mengumpulkan sehingga tidak melalui proses penyuntingan oleh redaktur terkait. Seluruh isi tulisan ditanggung oleh penulis.)

Reporter: Audia Afra

Gambar salah satu monster yang dibuat aktivis dan relawan untuk bentuk protes ke Unilever.


POSISINEWS – Saat ini bumi sudah terlalu banyak menampung sampah plastik. Tak jarang kita mendapati sampah plastik merusak banyak ekosistem alam. Karena sudah terlalu banyak sampah plastik, Lembaga Swadaya Masyarakat Greenpeace yang berpusat di Amsterdam – Belanda membuat program yaitu mengubah Sampah Plastik tersebut menjadi Monster dan diberikan ke kantor pusat Unilever di Rotterdam.

Dengan merealisasikan program tersebut, Greenpeace menginginkan Unilever untuk mengurangi produk yang menggunakan bahan plastik. Program tersebut juga bertujuan untuk mengembalikan sampah-sampah plastik kepada pembuatnya karena sudah terlalu mengotori lingkungan. Di sepanjang jalan sekitar gedung Unilever, para aktivis menari diiringi musik yang dimainkan oleh dj. Tak hanya aktivis dan relawan yang melakukan hal tersebut, melainkan monster – monster yang dibuat dengan limbah plastik berukuran raksasa juga ikutan menari di jalanan bersama aktivis dan relawan.

Protes ini dilakukan setelah para aktivis The Rainbow Warrior menemukan adanya sampah plastik di perairan Kepulauan Verde, Filipina. Perairan itu terkenal sebagai salah satu perairan laut dengan lingkungan termurni yang ada di dunia. Berdasarkan Global Alliance for Incinerator Alternatives, Unilever menjadi salah satu pembuat polusi plastik tertinggi di Filipina. Selain itu, Nestlé juga ikut disebut sebagai salah satu produsen sampah bersanding dengan dengan Unilever.

Jadi selain melakukan aksi di kantor Unilever, Greenpeace juga mendesak Nestlé untuk ikut mengurangi penggunaan plastik sekali pakai yang sangat mencemari lingkungan. Keduanya diminta untuk ikut andil dan bertanggung jawab menyelesaikan permasalahan sampah plastik ini.

Menanggapi protes ini, Nestlé melalui akun Twitter-nya menuliskan bahwa mereka telah dan masih berupaya untuk mengurangi sampah plastik dari hasil produksi industrinya.

"Dibutuhkan aksi signifikan untuk memerangi polusi plastik. Kami ingin melakukan peran kami dalam menanganinya dan membuat sebuah perbaikan. Kami ingin melanjutkan usaha kamu. Masih banyak yang akan dilakukan," tulis akun @Nestle.

Sementara itu, CEO Unilever Alan Jope, juga menyampaikan hal yang kurang lebih senada melalui aku Twitter-nya.

“Banyak tim dari Unilever berinovasi dan menguji coba produk-produk dan berinisiatif menemukan solusi-solusi untuk isu kemasan plastik. Tim kami di Filipina mencoba (menjual) isi ulang sampo dan kondisioner,” tulisnya, yang kemudian di-retweet oleh akun resmi Unilever.

Kabar yang sampai ke masyarakat di Indonesia pun memperoleh banyak respon positif. Seperti yang dikatakan Nida Awaliah mahasiswi Teknologi Pangan Untirta 2018, “Saya setuju, karena menurut saya program Greenpeace ini juga dapat membuat Unilever sadar akan dampak buruk yang telah diakibatkan oleh produk yang berasal dari Unilever tersebut dan juga program Greenpeace tersebut dapat mengembalikan sampah-sampah plastik yang berasal dari produk Unilever tersebut agar didaur ulang oleh Unilever”.

“Saya berharap untuk program green peace semoga terus dapat membuat masyarakat sadar akan kebersihan lingkungan, dapat  membuat Unilever sadar akan dampak yang ditimbulkannya dari produk yang mereka hasilkan, dan semoga di Indonesia juga program/aksi green peace dapat ditiru oleh masyarakat di Indonesia juga, karena banyak masyarakat yang membuang sampah plastik sembarangan dan kurang sadar akan kebersihan.” tutupnya. (AWD/POSISINEWS)