Redaktur: Rezka Listiani Sinaga
Kustaman (57),
Sekretaris DLH kabupaten serang, saat ditemui di ruangannya.
(MAE/PosisiNews) |
POSISINEWS – Masalah sampah masih menjadi hal yang cukup krusial di
negeri kaya ini. Di
beberapa bulan terakhir, masalah
sampah, khususnya plastik, banyak mendapat sorotan. Dari sekian jumlah provinsi
di Indonesia, kabupaten Serang menjadi salah satu daerah yang mengalami masalah
tersebut.
“Kabupaten Serang belum memiliki
TPA (tempat penampungan akhir) sendiri. Kita masih menumpang di TPA Cilowong,
milik kota serang. Jadi, sampah yang bisa ditampung cukup terbatas, hanya
berkisar 276 m3/ hari sesuai jatah yang diberikan. Sehingga banyak sampah yang belum ter-urus,”
ungkap Kustaman, sekretaris Dinas
Lingkungan Hidup (DLH) kab. Serang,
saat ditemui, (22/4).
Sebelum terjadi pemekaran
wilayah, menurut lelaki berusia 57 tahun itu, kabupaten Serang memiliki TPA. Namun, semenjak
pemekaran dilakukan, TPA yang semula milik kabupaten Serang berpindah menjadi
milik kota Serang. Karena hal tersebut, tidak semua sampah yang ada di tempat penampungan
sementara (TPS), di Kabupaten Serang dapat diangkut. Meskipun demikian,
pemerintah telah melakukan banyak upaya untuk menangani keterbatasan tersebut.
Sekitar akhir tahun 2017, volume
sampah mencapai 3300 m3. Untuk menangani sampah yang tidak tertampung di Cilowong,
kami berupaya melakukan 3R (Reuse, Reduce
dan Recycle), dengan daya tampung 210 m3/hari. Pengepul juga cukup
membantu, sekitar 1500 m3 sampah non organik mereka kumpulkan, sisanya oleh
masyarakat dan lainnya mungkin masih tercecer,” tambahnya.
Saat ini DLH Kabupaten Serang masih
memprioritaskan pengangkutan sampah untuk desa perkotaan. Ia mengakui bahwa
setiap desa memiliki potensi untuk menghasilkan sampah, namun, mereka lebih
memprioritaskan mana yang lebih potensial menghasilkan sampah.
“Di Desa perkampungan,
sampahnya relatif sedikit, dan lebih di dominansi oleh sampah-sampah organik,
jadi kami lebih fokus di perkotaan. Selain itu, tidak setiap desa perkampungan
memiliki TPS. Kami hanya melakukan pengangkutan, bukan penyisiran. Masyarakat
perlu berinisiatif untuk membuatnya, pemerintah pasti akan memfasilitasi,”
tegasnya.
Kustaman juga mengatakan, saat ini pemerintah
tengah berencana untuk membangun TPA reguler dan SPA (stasiun peralihan antara)
pada tahun 2020, yang fungsinya untuk menampung
dan melakukan upaya 3R dengan skala yang lebih besar. Dengan demikian,
kabupaten serang tidak perlu lagi menumpang di TPA milik tetangga, dan masalah
sampah akan teratasi.
Namun, untuk menciptakan lingkungan
yang bersih, masyarakat perlu ikut serta dan bergerak. Pemerintah tidak dapat
menciptakan bumi bebas sampah jika tidak ada keterlibatan masyarakat di
dalamnya.
“Masyarakat perlu mencintai
keindahan, karena yang indah pasti bersih. Kami berjuang terus-menerus sesuai
tugas, tapi perlu ada keseimbangan antara memotivasi keindahan untuk
masyarakat, dan mobilisasi apa yang terjadi saat ini,” tuturnya.
Eka Nurindah sari (19), juga
menyetujui bahwa dalam menjaga lingkungan, masyarakat perlu ikut serta, bukan
hanya mengandalkan pemerintah. Ia berharap masyarakat mulai mencintai
lingkungan dengan mengurangi penggunakan barang sekali pakai, terutama kantong
kresesk. Karena, mereka juga yang akan merasakan dampak, jika lingkungan
tercemar.
Sekretaris DLH juga menambahkan,
bahwa masyarakat perlu berinovasi dan memotivasi diri untuk mencintai
keindahan, jangan selalu ingin di perdayakan.
“Masyarakat perlu memilih, mau
diperdayakan atau diberdayakan. Jika memilih untuk selalu diperdayakan, maka
tidak akan ada kesinamabungan, survive, dan keberlanjutan. Walaupun hasilnya
lingkungan menjadi sangat bersih, itu hanya sementara, bertahan selama ada
gebrakan pemerintah. Namun, jika memilih untuk diberdayakan, dengan sedikit
mobilisasi, meskipun hasilnya masih ada sampah yang tercecer, tapi efeknya
jangka panjang. Jadi, tinggal pilih, mau yang seperti apa,” tutupnya. (MAE/RLS/PosisiNews)
0 Comments