Reporter : Cacih Arlina
Redaktur : Rezka Listiani Sinaga

Bruno Mars saat menerima penghargaan Song of The Year untuk lagu ‘That’s What I Like’ dalam 60th Annual GRAMMY Awards pada Senin (28/1) di Madison Square Garden, New York City, USA. (sumber: gettyimages)

POSISINEWS Pembatasan lagu berbahasa Inggris yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat menimbulkan reaksi dari berbagai lapisan masyarakat. Dalam surat edaran 480/215/IS/KPID-JABAR/II/2019, KPID Jawa Barat membatasi penyiaran 17 lagu termasuk lagu milik Bruno Mars, Ed Sheeran, dan Zayn Malik.

Lagu-lagu yang dibatasi tersebut dinilai memuat konten seksual dalam lirik-liriknya. Terkait hal tersebut, Bruno Mars selaku salah satu musisi yang lagunya tercantum dalam daftar pembatasan bereaksi akan hal tersebut.

"Dear Indonesia, saya telah memberi Anda lagu-lagu bagus “Nothin On You,” “Just The Way You Are,” & “Treasure.” Jangan serang saya dengan tuduhan [lagu] penyimpangan seksual itu," tulis Bruno Mars di akun Twitter resminya @BrunoMars pada Rabu (27/2) seperti dilansir dari tirto.id.

Annisya Pebriyanti (20), Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa Perancis, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengutarakan kekecewaannya terkait pembatasan tersebut, mengingat lagu juga bisa menjadi sarana belajar bagi sebagian orang.

“Saya salah satu orang yang belajar bahasa lewat lagu, denger hal ini pastinya kaget juga kayak ‘ngapain sih’, orang yang denger juga gak langsung paham sama artinya, kan. Apalagi anak kecil,” ujarnya saat dihubungi via Whatsapp Messenger.

Dadang Dwi Septian (27), selaku Dosen Prodi Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik FKIP Untirta sekaligus pelaku musik menganggap hal ini lebih ke pandangan masing-masing individu dalam menilainya.

“Sebenarnya KPI itu tidak perlu mengkhawatirkan kita akan terjerumus atau tidak sama lagu-lagu itu. Tapi kayak-nya perlu juga ada bagian KPI yang menyensor di bidang musik, karena ada juga musisi yang berkaryanya sampai vulgar banget, tapi gak terlalu dibatasi banget,” ujarnya saat ditemui di Fakultas KIP, Untirta, Serang, Banten pada Senin (11/3).

Mengenai pengaruh pembatasan tersebut terhadap tingkat kepercayaan musisi mancanegara kepada Indonesia, Dadang menyebutkan bahwa hal tersebut tidak begitu berpengaruh terhadap apapun.

“Musisi mancanegara itu lebih cerdas. Nggak hanya dari permasalahan ini langsung mempengaruhi yang lain,” tambahnya.

Firman Hadiansyah (38), selaku Dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untirta menyebutkan hal senada terkait pembatasan lagu-lagu tersebut, karena tidak adanya lembaga sensor sastra ataupun musik, maka hal yang bisa dilakukan adalah diadakannya regulasi khusus terkait lirik lagu dan musiknya.

“Ada unsur etik dan norma-norma yang memang ada di masyarakat, yang harus dilindungi oleh negara. Dan di satu sisi seni sebagai alat ekspresi. Itu memang dua hal yang berbeda tergantung sudut pandangnya,” ujarnya pada Senin (11/3) di Rumah Dunia, Serang, Banten.


Firman menambahkan, bahwa setiap seniman bebas berekspresi, dan karya seni adalah bebas nilai, sehingga hal mengenai pembatasan sebuah karyaseni dalam hal ini baik music maupun liriknya itu dikembalikan kepada apresiatornya. (CH/RLS/POSISINEWS)